TANGERANG – Wabah corona tengah melanda Tangerang raya. Akibatnya semua bidang terdampak. Tak terkecuali Puji Astuti (47), pedagang gorengan yang mangkal di Jalan KH Hasyim Ashari Cipondoh Kota Tangerang.
Penetapan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayahnya mengakibatkan dagangannya agak sepi. Kini tidak ada lagi pegawai kantoran, karyawan toko, bahkan aparat sipil negara (ASN) setempat membeli gorengannya. Itu lantaran kantor mereka diliburkan sementara.
Yang membeli hanya orang-orang di rumah di sekitarnya. Itu pun kalau mereka mau pada keluar untuk membeli. Namun perempuan asal Lubuk Linggau Sumatera Selatan, ini tetap bersyukur karena masih bisa berdagang gorengan. “Dari Satpol PP sih ada imbauan soal batas jam-jam jualan,” katanya ke tim media MarketingSakti.Com, Senin (13/4/2020).
Menurutnya, soal berjualan yang ditentukan batas-batas waktu itu tidak berbenturan dengan aktivitas usahanya. Karena untuk buka dan tutup kegiatan usaha dirinya sudah sesuai aturan. Terkait kondisi tersebut yang sangat berdampak hanyalah pembeli menurun.
Asyik berbincang soal mata pencaharian di tengah pandemi corona, tidak sengaja mengarah ke perbincangan tempat tinggal. Astuti yang memiliki anak tiga ini mengaku sudah lama mengontrak. Biaya untuk bayar kontrakan per bulan Rp 700 ribu dan listrik Rp 350 ribu. Dirinya sudah lama berniat ingin memiliki rumah sendiri. “Boleh tuh kalau ada yang cicilannya satu jutaan,” katanya mulai penasaran.
Soal perumahan dirinya merasa awam. Tapi pernah mendengar-dengar kalau mau beli rumah di perumahan itu harus ada slip gaji, kerja di kantoran, dan banyak syaratnya. Menurutnya, pemerintah dan pengembang seharusnya memperhatikan masyarakat sepertinya untuk bisa memiliki rumah.

Puji Astuti, penjual gorengan di Jalan KH Hasyim Ashari Cipondoh Kota Tangerang.(is)
Perempuan yang bersuamikan Muhammad Daryono ini tinggal di RT 04/08 Kelurahan Cipondoh Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang. Sang suami dan dirinya pernah bekerja di pabrik. Namun merasa nyaman berjualan gorengan dengan modal sendiri. Waktu jaganya bisa bergantian dan tak ada yang mengatur-atur . “Saya sudah 25 tahunan jualan gorengan ini,” terangnya.
Astuti dan sang suami merasa bersyukur dengan usahanya bisa membesarkan dan menyekolahkan anak-anaknya. Bahkan memberi ke saudara-saudara di kampung halaman yakni Lubuk Linggau dan Semarang.
Kini ketiga anaknya ada yang duduk di SD, pesantren, dan baru lulus SMA. Rencananya yang baru lulus mau melanjutkan kuliah. “Anak-anak saya udah pada besar makanya saya pingin punya rumah sendiri,” tutupnya. (is)